Senin, 24 Desember 2012

Selamat Datang Akhyar 041012

Yang mengikat November


Dia tidak ingin membebankan musim itu terlalu lama
dari potongan waktu
roman-roman membawa mendung itu berkumpul. Tebal

"lihat saja tumpukan cintamu"
yang mengawang diatap langit
beberapa yang rata, memasang mata penuh duka
bahu yang jadi tiang
membuat para dada awan itu tambah luas. Memelas

"bicaralah pada perindumu"
adakah itu?
seperti rumput yang daun keringnya kembali menghijau
melepas segala yang menumpu. Tuntas

"romantis"
rintik yang menebar segala cemas
menambah nada hening itu pekat
setia pada kenangan
adalah jalan kesahduan yang ditempuh

"jelaskan padaku!"
pada bidadariku, pilihan apa yang sudah ia bawa lari!
pertemukanlah sumpah-sumpah yang sudah jadi serapah
agar para dada-dada tidak terisi gumpalan sisa.

Temu Tetamu


tentang memesonanya malam
memikat kita dengan tajam cahya bintang
terikat haru didekap anggun cahya bulan

Sesekali:
merembah dimalam
keperbukitan
dibawahnya:
beningan hulu sungai
bawa akar penghidupan

tentang memesonanya malam
memikat, nikmat gelap: gugu gagap
berisak
Saat:
cahya lenyap
bulan dimusim hujan

diam
telanjangi malam
mata: adu tajam
sekali bercahya, nikmat hilang
— bersama di Catatan Waktu.

Kemah


Aku memburu suara sunyi
agar lahir bunyi membangunkanku
memburu nafsi yang bernafsu memasuki-Mu

mulai mendamba berarus diurat nadiku
menjadi api yang menggali sepi
hangat merayap melafalkan-Mu

paras cinta yang meminta
memberi nostalgia
menunjukan jalan pada ruang khusu kita

bilik malam
membisik desah
dari getar bibir yang basah
diantar ratap mata
dengan beratus kisah

garis yang berbaris
menjajarkan kliseklise
menggaungkan hati menambah merana
O, aku sejauh ranah menahan nanah...

AKU: bertualang


Huruf-huruf itu hidup
membelah cakra membuka mata
jadi teman bagi dia yang cinta
terus dihirup, dengan haus tanpa degup

aku dan dia akrab
dari huruf yang berkata-kata
mengajak mata lembab
menjadi khusu karib mengenal-Nya

entah, ketika terpisah
raga seperti tanpa ruh
mata penuh duka
hati penuh hina

O, hidup
jadikan aku penghirup huruf yang hidup
seperti Lafzdul Jalah yang mengalir dalam darah.

CERMIN 100kata Nenek Yang Mempesona


Aura sejuk itu masih kudapat dari tatapan dan senyum Nenek Parmin. Perempuan setengah abad yang selalu berkerudung jingga warna favoritnya. Entah ia punya koleksi berapa puluh kerudung dengan warna yang sama. Adalah tetanggaku bersama cucu perempuan yang bernama Yuli.

Sudah jadi kebiasaan, setiap sore aku bermain gitar diteras rumah. Terdengar suara Nenek parmin dan Yuli beradu mulut.

"Kamu itu perempuan Yul, harus bisa menjaga kehormatan.
Tutuplah Auratmu"
pinta Nenek dengan sayangnya.

"Ah, nek kerudung tidak menjamin kehormatan itu terjaga, malah kerudung sudah banyak yang menyalah gunakan."

"Ya, maka dari itu kamu buktikan kebenaranya yul. Terjaga apa tidak"
tambah Nenek meyakinkan.

Sambil bringsut dari duduknya Yuli pun menjawab.
"Selama kepala ini masih ditumbuhi rambut, Yuli akan pelihara merawatnya dan gak bakal ditutupin indahnya."

Nenek dengan aura sejuk itu tiba-tiba menyinga wajahnya
"Selama kemaluanmu berambut, sekalian jangan kau sembunyikan dia dibalik celana.