Kamis, 27 September 2012
Kedai Kang Edi: Jurus-jurus Maut Menulis Kreatif Dari AS Laksana
Kedai Kang Edi: Jurus-jurus Maut Menulis Kreatif Dari AS Laksana: Tulisan ini merupakan kumpulan email dari AS Laksana yang dikirimkan kepada saya. Dan, karena saya pandang berharga, tentu tak ada salahnya ...
Jumat, 21 September 2012
Minggu, 16 September 2012
Jumat, 14 September 2012
Lain Aku
Dari tubuhmu
Tumbuhkan lubang luka
Dari mulutmu
Sejajar diri
Lalang lewati muka
Bentuk sebelah
Sebrangi jurang
Bawa koloni perang
Subur pongah
Kepingan Lain
Memercik picing ingkar
Leburkan saja!!!!
Sisi Sisa Kita
Tersungkur dimeja tulis
Menemani kau yang sedang terbelah
Engkau pengembala dan Aku sapimu
Memberiku gema jerit-jerit yang lancip
Memebentang, mengulur jenaka
Pernah:
Aku, Kau. semedikan nafsu
Pulas bersama gigil dingin malam
Menusuk bulan, gulita jadilah teman
Senyap, mencari sayup-Nya
Bertahun-tahun kami disini
Sampai lidah kelu, serta mata kami berembun
Musim selalu berlari dan esoknya ada janji
Hingga akhir, matahari itu membakarkan marahnya
Dan kami kembali pada yang Esa
Menemani kau yang sedang terbelah
Engkau pengembala dan Aku sapimu
Memberiku gema jerit-jerit yang lancip
Memebentang, mengulur jenaka
Pernah:
Aku, Kau. semedikan nafsu
Pulas bersama gigil dingin malam
Menusuk bulan, gulita jadilah teman
Senyap, mencari sayup-Nya
Bertahun-tahun kami disini
Sampai lidah kelu, serta mata kami berembun
Musim selalu berlari dan esoknya ada janji
Hingga akhir, matahari itu membakarkan marahnya
Dan kami kembali pada yang Esa
" Mata hari " perkenalan puisi dengan pola 4444
rona pagi tiba lagi
buru mata dimuka dini
buru mata dimuka dini
siap niat jamu hari
cari diri di muka bumi
muka di kaca luka usia
kaki kaku bawa dosa
usia dini kian usai
dulu tuan kini di mana
ahay, duka kita yang lalu
di masa muda kita dulu
tiap hari sita diri
jadi igau tiap raut
impi jadi duka saja
kian tepi, jadi debu
usai usia kita ke mana
tuan, usap luka hari!!!
cari diri di muka bumi
muka di kaca luka usia
kaki kaku bawa dosa
usia dini kian usai
dulu tuan kini di mana
ahay, duka kita yang lalu
di masa muda kita dulu
tiap hari sita diri
jadi igau tiap raut
impi jadi duka saja
kian tepi, jadi debu
usai usia kita ke mana
tuan, usap luka hari!!!
Sabtu, 08 September 2012
Selamat datang
Tersungkur dimeja tulis
Menemani kau yang sedang terbelah
Engkau pengembala dan Aku sapimu
Memberiku gema jerit-jerit yang lancip
Memebentang, mengulur jenaka
Pernah:
Aku, Kau. semedikan nafsu
Pulas bersama gigil dingin malam
Mensuk bulan, gulita jadilah teman
Senyap, mencari sayup-Nya
Bertahun-tahun kami disini
Sampai lidah kelu, serta mata kami berembun
Musim selalu berlari dan esoknya ada janji
Hingga akhir, matahari itu membakarkan marahnya
Dan kami kembali pada yang Esa
Menemani kau yang sedang terbelah
Engkau pengembala dan Aku sapimu
Memberiku gema jerit-jerit yang lancip
Memebentang, mengulur jenaka
Pernah:
Aku, Kau. semedikan nafsu
Pulas bersama gigil dingin malam
Mensuk bulan, gulita jadilah teman
Senyap, mencari sayup-Nya
Bertahun-tahun kami disini
Sampai lidah kelu, serta mata kami berembun
Musim selalu berlari dan esoknya ada janji
Hingga akhir, matahari itu membakarkan marahnya
Dan kami kembali pada yang Esa
M(alam)alam Lain
Gigi yang lancip itu sudah membuat luka
Dari mulutmu, lakumu
Jauh...
Dan usia sudah sampai pada sekian
Malam sudah mencatat satu per satu kejadian
Membungkusnya pada selimut tebal yang hangat
Kita didekap, dibuai, lelap.
"Apakah pagi yang datang itu bersama janji"
Kita menyeret selimut
Sinar yang lancip menembus tiap celahnya.
Tapi malam tak mau juga mau henti
Masih saja memberi tanda dikepala
"Bukan pada pagi yang ingkar janji"
Kau, tapi sepakat masih sembunyi dalam keranjang
Apakah aku menyalahkanmu?
"Maaf"
Aku tidak malam itu ada bulan
Kau diam, dan kita semakin nyaman
Dan pagi selalu ada janji untuk menyeret selimut itu kemana.
Dari mulutmu, lakumu
Jauh...
Dan usia sudah sampai pada sekian
Malam sudah mencatat satu per satu kejadian
Membungkusnya pada selimut tebal yang hangat
Kita didekap, dibuai, lelap.
"Apakah pagi yang datang itu bersama janji"
Kita menyeret selimut
Sinar yang lancip menembus tiap celahnya.
Tapi malam tak mau juga mau henti
Masih saja memberi tanda dikepala
"Bukan pada pagi yang ingkar janji"
Kau, tapi sepakat masih sembunyi dalam keranjang
Apakah aku menyalahkanmu?
"Maaf"
Aku tidak malam itu ada bulan
Kau diam, dan kita semakin nyaman
Dan pagi selalu ada janji untuk menyeret selimut itu kemana.
Langganan:
Postingan (Atom)